Oleh Drs. Helmi Adam S.Sos. MM. MPd.
Setelah Jepang meluncurkan masyarakat
cerdas 5.0 pada tanggal 21 Januari 2019, banyak masyarakat di Indonesia kurang
menyadari. Mereka masih terpaku dengan
revolusi Industri 4.0, sehingga dalam bidang politik mengalami gonjang ganjing
saat pemilu berlangsung. Ada pakar politik, dalam videonya menceriterakan
tentang post truth, dengan mengindahkan kebenaran rasional, dan menggunakan kebenaran
emosional, dan dia yakin masyarakat bisa
percaya. Padahal era digitalsasi, sudah masuk ke era abudance, dimana informasi
begitu berlimpah. Pada tahap akhir revolusi industry 4.0, masyarakat masih “shock
culture” belum bisa membedakan antara berita hoax dan bukan hoax. Tapi lama kelamaan
mereka menjadi cerdas, dan tumbuhlah masyarakat cerdas 5.0. Dimana kebohongan
melalui hoax, mereka bisa cek and recek, dan mereka akhirnya menjadi semakin
cerdas.
Itulah mengapa pemilu di indonesia
menjadi gonjing ganjing seperti saat ini. Model model pemilu menggunakan
pencitraan sudah tidak berlaku lagi, karena begitu kejamnya jejak digital. Pencitraan
bisa menimbulkan masalah dikemudian hari jika tidak konsisten, baik sikap,
ucapan, maupun prilaku kita. Semua dikontrol oleh yang namanya “jejak digital”
dan kejamnya ucapan kita bisa saling bersanggaahan dalam jejak digital. Mungkin
sebagai contoh adalah kampanye jokowi 2014, yang mengatakan akan menyetop import,
disanggah dengan pemerintahnya yang mengijinkan impor konsumsi dikemudian hari,
Atau contoh yang paling sering kita lihat adalah video “ekonomi kita akan
meroket di bulan sepetember”.
Lalu apakah yang diharus dilakukan
politisi dalam masyarakat cerdas 5.0 ?
Pertama adalah kejujuran, karena kejujuran
amat penting dalam masyarakat 5.0. smeua oaring bisa cek jujur tidkanya
sesorang melelui jejka digitalnya.
Kedua harus bicara apa adanya,
sesuai kemampuan. Karena jika tidak sesuai dengan kemampuan, bisa dituntut dikemudian
hari.
Ketiga jangan berjanji yang tidak
mungkin diterapkan, seperti misalnya aparatur desa akan diangkat menjadi PNS pada bulan
depan, padahal tidak ada anggaran ditahun ini, dan APBN dibuat setahun sebelumnya. Negara ini bukan
perusahaan, yang bisa cepat mengambil tindakaan untuk urusan SDM.
Keempat jangan berbuat curang,
karena kalau tidak akan membahayakan diri sendiri kedepan.
Kelima harus berani bertindak
cepat, untuk melayani masyarakat, karena jiak tidka bisa mebuat timbulnya
spekulasi yang bermacam macam.
Jadi kelima hal ini harus dimiliki politisi pada society 5.0,
karena masyarakat 5.0 sekain cerdas dna tidka lagi berlaku kebohongan yang berulang
ulang akan menjadi kebenaran. Malah bisa jadi akan menyebabkan “bencana politik”
seperti saat ini. Mualailah kita benahi pendidikan karakter yang mengutamakan
kejujuran, karena kejujuran menjadi patokan dalam masyarakat cerdas 5.0.
Penulis adalah Dosen Universitas
Ibnu Chaldun Jakarta