Oleh Helmi Adam
Inilah julukan yang Republik Rakyat Cina, Chuka, Zhunggoo, Middle Kingdom, Cathay, Tionghoa, Tiongkok, dan di Indonesia di sebut Cokin. Julukan sebanyak ini tak lepas dari negara yang besar, dengan penduduk 1,4 milyar atau 20 persen penduduk dunia yang bejumlah 7 milyar. Bagaimana negara lain bisa menang lawan Cina, secara teknologi, SDM dan sebagainya, Cina no 1 di dunia.
Wajar jika saat ini, Cina melakukan ekspansi ke negara tetangga termasuk Indonesia. Karena dengan pertumbuahn 6 Persen Cina tak akan bisa mengurangi angka pengangguran nya, sehingga harus memanfaatkan uang yang dimilikinya.
Dengan cadangan Devisa terbesar di Dunia mencapai 3.000 milyar US dollar, Cina mampu menjajah ekonomi semua bangsa secara perlahan termasuk Indonesia. Caranya pun cukup mudah, Dengan memberikan pinjaman bersyarat, Seperti untuk pembangunan infrastruktur, syaratnya ; harus menggunakan tenaga kerja cina, menggunakan Perusahaan Cina, dan menggunakan bahan baku dari Cina, seperti baja dan semen.
Akibatnyan Negara yang diberi pinjaman tidak akan merasakan multiflayer effectnya dari investasi yang ditanamkan, yang dapat multiflayer effect adalah Cina sendiri. Indonesia hanya dapat utangnya saja yang harus dibayarkan ke Cina.
Apalagi saat ini Cina memiliki kemampuan yang membuat dunia tak berkutik. Yaitu, Cina mengusai teknologi informasi dan komunikasi. Dari sisi produksi maupun sisi pasar.
Siapa yang tidak mengenal Smartphone Cina dari Xiomi hingga Vivo, dengan kemajuan 5G yang dimiliki Cina, membuat cina semakin Digjaya. Apalagi pengguan smartphone di Cina yang mencapai 1,32 Milyar, jika di bandingkan dengan jumlah penduduk dunia yang mencapai 7,7 milyar, maka pengguna smartphone di Cina adlaah 17 persen lebih. Artinya pasar Cina sangat gemuk dan menggiurkan, hal inilah yang digunakan Cina untuk untuk memancing dagang dengan negara negara lain.
Walaupun pada kenyataan nya Indonesia mengalami deficit perdagangan dengan Cina dan paling besar. Demikian juga beberapa Negara lain nya yang berdagang dengan Cina, termasuk AS. Jadi pasar Cina adalah hanya mimpi yang di jual oleh Cina kepada mitra dagangnya, padahal tingkat konsumsi rakyatnya lebih banyak di produksi dalam negri, ditambah konsumsi dalam negri cina masih kecil menyumbang pertumbuhan ekonomi negaranya. Karena mereka mengandalkan ekspor yang besar untuk menambah devisa, dengan menggunakan New Bullionisme melalui Cadangan Devisa.
Berbanding terbalik dengan rakyat Indonesia yang tingkat konsumsinay tinggi, ekportnya menurun, cadangan devisa turun terus. Sehingga untuk bisa seperti Cina kita harus menggenjot habis habisan ekport, mengurangi import untuk menghemat devisa.
Pertanyaan nya mampukah mental pejabat kita melakukan hal ini ? pasalnya setiap kita mengimpor sembako, para pedagang meraup untung besar, karena selisih harga barang impor dan barang dlam negri cukup besar. Sebagai contoh beras harga di pasar dunia Rp 6.200, sedangkan di Indonesia harganya Rp. 8.500, ada selisih 2.200 rupiah, begitupun Bawang Putih harga impor 18.250 rupiah, harga di indonsia 40.000 rupiah, selisihnya mencpai 21.750 rupiah.
Hal inilah mengapa impor lebih disukai oleh pengusaha yang merangkap menjadi pejabat. kita bisa meniru Cina apabila harga di pasar dunia lebih mahal dari harga di Indonesia. Bisakah ini terjadi ?