Oleh
Helmi Adam
Saya
teringat masih kuliah di Jurusan Pendidikan Sejarah di IKIP Jakarta (sekarang
namanya UNJ), Pada saat itu ada kajian Islam yang dikelola oleh dosen dan
mahasiswa namanya FOSIS, atau Forum Study Islam. Namun FOSIS tiba tiba pecah dua gara gara, sang dosen yang suka mengajar
kawin lagi. Maka timbulah yang namanya FOSIS merah dan FOSIS putih. Yang akhirnya dua duanya pun bubar. Berbeda dengan Serikat Dagang Islam
yang kemudian menjadi serikat Islam. Dua duanya tetap hidup, Serikat Islam
putih tetap hidup sampai kini, sementara Serikat Islam merah menjadi Partai Komunis.
Saat
inipun NU mengalami perpecahan, yang satu menamakan diri NU Kultural, atau ada
juga yang menamakan NU garis lurus. Sementara itu NU yang lainya disebut NU Struktural yaitu
mereka yang duduk di struktur NU atau ada juga yang menamakan NU Islam Nusantara
karena mendorong konsep Islam nusantara. Untungnya keributan di NU tidak seperti
SI merah dan S putih. Sampai terbawa dalam sebuah rapat Sarekat Islam (SI), Haji Agus
Salim saling ejek dengan Musso,
tokoh SI yang belakangan menjadi orang penting dalam Partai Komunis Indonesia.
Saat itu, SI memang terbelah antara SI Putih dan SI Merah yang berhaluan pada
faham-faham komunisme. Haji Agus Salim menjadi motor SI Putih, sementara Musso di SI
Merah.
Pada awalnya Muso memulai ejekan itu ketika berada di podium. "Saudara saudara, orang yang berjanggut itu seperti apa?"
"Kambing!" jawab hadirin.
"Lalu, orang yang berkumis itu seperti apa"
"Kucing!"
Haji Agus Salim sadar sedang menjadi sasaran ejekan Musso. Haji Agus Salimmemang memelihara jenggot dan kumis. Begitu gilirannya berpidato tiba, dia tak mau kalah."Saudara-saudara, orang yang tidak berkumis dan tidak berjanggut itu seperti apa?" Hadirin berteriak riuh, "Anjing!"
(kutipan diambi dari Mengikuti jejak H Agus Salim dalam tiga zaman karangan Untung S, terbitan Rosda Jayaputra.)
cerita lainya sperti yang diungkapkan Jef Last mengutip cerita Sutan Sjahrir kepadanya. "Kami sekelompok besar pemuda, bersama-sama mendatangi rapat di mana Pak Salim akan berpidato dengan maksud mengacaukan pertemuan itu. Pada waktu itu Pak Salim telah berjanggut kambing yang terkenal itu dan setiap kalimat yang diucapkan Pak Haji disahut oleh kami dengan mengembik yang dilakukan bersama-sama. Setelah ketiga kalinya kami menyahut dengan "mbek, mbek, mbek", maka Pak Salim mengangkat tangannya seraya berkata.
"Tunggu sebentar. Bagi saya sungguh suatu hal yang sangat menyenangkan bahwa kambing-kambing pun telah mendatangi ruangan ini untuk mendengarkan pidato saya. Hanya sayang sekali bahwa mereka kurang mengerti bahasa manusia sehingga mereka menyela dengan cara yang kurang pantas. Jadi saya sarankan agar untuk sementara tinggalkan ruangan ini untuk sekadar makan rumput di lapangan. Sesudah pidato saya ini yang ditujukan kepada manusia selesai, mereka akan dipersilakan masuk kembali dan saya akan berpidato dalam bahasa kambing khusus untuk mereka. Karena di dalam agama Islam, bagi kambing pun ada amanatnya dan saya menguasai banyak bahasa."
"Kami tidak tinggalkan ruangan," kata Sjahrir. "Tetapi kami terima dengan muka merah gelak tawa dari hadirin lainnya," imbuhnya. Masih menurut Sjahrir, sesudah peristiwa itu para pemuda masih melawannya. "Tetapi tidak pernah lagi kami mencemoohkannya," ujar Sjahrir dikutip Jef Last.
kembali ke NU yang kemungkinan akan pecah setelah pemilu usai. Tanda tanda ini terlihat dari terpolarisasinya dukungan dalam pilpres maupun dalam masalah keagamaan. Yang terakhir adalah kotroversi masalah non muslim pengganti kata kafir. Dan jika ditilik dari muktamar NU terakhir, memang sudah ada bibit perpecahan ketika beberapa cabang menolak hasil muktamarnya, bahkan ada yang pernyataan dari daerah yang mepelpaskan diri dari NU saat ini.
Pada awalnya Muso memulai ejekan itu ketika berada di podium. "Saudara saudara, orang yang berjanggut itu seperti apa?"
"Kambing!" jawab hadirin.
"Lalu, orang yang berkumis itu seperti apa"
"Kucing!"
Haji Agus Salim sadar sedang menjadi sasaran ejekan Musso. Haji Agus Salimmemang memelihara jenggot dan kumis. Begitu gilirannya berpidato tiba, dia tak mau kalah."Saudara-saudara, orang yang tidak berkumis dan tidak berjanggut itu seperti apa?" Hadirin berteriak riuh, "Anjing!"
(kutipan diambi dari Mengikuti jejak H Agus Salim dalam tiga zaman karangan Untung S, terbitan Rosda Jayaputra.)
cerita lainya sperti yang diungkapkan Jef Last mengutip cerita Sutan Sjahrir kepadanya. "Kami sekelompok besar pemuda, bersama-sama mendatangi rapat di mana Pak Salim akan berpidato dengan maksud mengacaukan pertemuan itu. Pada waktu itu Pak Salim telah berjanggut kambing yang terkenal itu dan setiap kalimat yang diucapkan Pak Haji disahut oleh kami dengan mengembik yang dilakukan bersama-sama. Setelah ketiga kalinya kami menyahut dengan "mbek, mbek, mbek", maka Pak Salim mengangkat tangannya seraya berkata.
"Tunggu sebentar. Bagi saya sungguh suatu hal yang sangat menyenangkan bahwa kambing-kambing pun telah mendatangi ruangan ini untuk mendengarkan pidato saya. Hanya sayang sekali bahwa mereka kurang mengerti bahasa manusia sehingga mereka menyela dengan cara yang kurang pantas. Jadi saya sarankan agar untuk sementara tinggalkan ruangan ini untuk sekadar makan rumput di lapangan. Sesudah pidato saya ini yang ditujukan kepada manusia selesai, mereka akan dipersilakan masuk kembali dan saya akan berpidato dalam bahasa kambing khusus untuk mereka. Karena di dalam agama Islam, bagi kambing pun ada amanatnya dan saya menguasai banyak bahasa."
"Kami tidak tinggalkan ruangan," kata Sjahrir. "Tetapi kami terima dengan muka merah gelak tawa dari hadirin lainnya," imbuhnya. Masih menurut Sjahrir, sesudah peristiwa itu para pemuda masih melawannya. "Tetapi tidak pernah lagi kami mencemoohkannya," ujar Sjahrir dikutip Jef Last.
kembali ke NU yang kemungkinan akan pecah setelah pemilu usai. Tanda tanda ini terlihat dari terpolarisasinya dukungan dalam pilpres maupun dalam masalah keagamaan. Yang terakhir adalah kotroversi masalah non muslim pengganti kata kafir. Dan jika ditilik dari muktamar NU terakhir, memang sudah ada bibit perpecahan ketika beberapa cabang menolak hasil muktamarnya, bahkan ada yang pernyataan dari daerah yang mepelpaskan diri dari NU saat ini.
Sebenarnya bukan hal baru ketika NU terjun ke politik selalu
terjadi perpecahan. Lalu pertanyaanya sampai kapan NU tidak kembali ke
Khittahnya, apakah NU mampu keluar dari jerat politik. Jawabanya hanya
sederhana saja, siapa yang duduk Di Nu saat ini, itulah menampilkan wajah NU saat
ini juga, karena NU belum memiliki etika yang kuat dalam organisasi. NU tidak seperti muhamadiah yang memang
konsisten di bidang pendidikan..
Penulis Warga Nahdiyin yang tinggal di Tangsel
Terimakasih
👍👍