Oleh Helmi Adam
Dalam dunia AI (artificial Intelegence atau Kecerdasan Buatan), sulit sekali mmebedakan antara yang asli dan palsu. Sehingga orang sering bertanya dalam hati "Apakah video itu nyata, atau apakah itu asli atawa palsu ?" Kata deepfake sendiri sudah ada beberapa tahun lalu, akan tetapi deepfake yang merupakan kombinasi dari i AI dengan menggunakan jaringan saraf – untuk memalsukan baru sekarng ini terlihat jelas. Akibat teknologi ini di gunakan untuk kepentingan memanipulasi video agar terlihat asli, sangatlah besar dan mengkhawatirkan.
Beberapa minggu lalu, kita telah melihat contoh bagimana tokoh seperti mark zukenberg dan Nency Pelosi di bautkan video deepfakenya. Mark Zuckerberg yang tampaknya berbicara tentang dominasi dunia. Lalu Ketua Parlemen AS, Nancy Pelosi, sedang menracau dalam pidatonya di parlemen ( sebenarnya video yang digunakan belum canggih betul dan masih dapa dikenali sebagi yang fakes atau"pemalsuan").mHal inilah justru, membuat konggres AS mulai khawatir, terutama mengingat pemilu 2020 mendatang. Oleh karena itu dalam minggu ini, Komite Intelijen House mengadakan dengar pendapat tentang deepfake.
Munculnya deepfake di media social, adalah serangkaian masalah demokrasi yang akan memiliki konsekuensi nyata di sekitar konsep kebebasan berbicara. Oleh karena anggota parlemen AS menyadari akan sangat berbahaya untuk memanipulasi kebenaran, ketika keputusan politik penting yang sedang di bahas diahncurkan olaeh deepfakes. Video deepfake yang viral tidak hanya merusak kredibilitas orang-orang berpengaruh seperti politisi, merek, dan selebritas, akan tetapi dapat berpotensi membahayakan masyarakat kita dengan memengaruhi keputusna politik, harga saham, atau upaya kebijakan global. Walupun pun beberapa orang yang menciptakannya hanyalah untuk kesenangan, dan humor semata. Padahal teknologi deepfake berakibat buruk terhadap iklim demokrasi, dan menimbulkan kerusakkan yang luar biasa. Oleh karena itu tiadk biasa diangap main-main, karena sudah menyangkut kejahatan dan manipulatif.
Apalagi saat ini, teknologi deepfake akan menjadi lebih baik dan lebih baik. Dan daya rusak semakin besar terhadap demokrasi di Indonesia. Karena kita semakin sulit untuk mengetahui, apa yang benar benar tejadi, selain itu akan berdampak korosif. Penting untuk diingat, bahwa semakin mudah untuk mengembangkan deepfakes maka semakin tak terkendalikannya demokrasi yang akan melahirkan democrazy. Ancaman berita palsu lebih tinggi karena tampaknya siapa pun sekarang dapat memiliki kemampuan untuk meletakkan kata-kata di mulut orang lain.
Jadi apa yang bisa dilakukan? Apa yang bisa kita lakukan untuk memerangi deepfake? Nah, salah satu caranya adalah menunda jaringan sosial untuk mengevaluasi video yang akan ditayangkan. Dengan memanfaatkan dan menggunakan AI / ML canggih sebelum video itu beredar. Cara otentikasi tersebut sedang dikembangkan secara teknologi, dan membutuhkan investasi sangat besar. Sementara industry seperti silicon valley butuh dana yang tidak sedikit untuk hal tersebut sehingga proyek ini agak tersendat sendat.
Di Indonesia saat ini sedang dalam keadaan genting. Karena terpecahnya dua kubu yang saling bersebrangan, kemungkinan nanti ada, video pembusukkan terhadap politisi politis vocal, sangat di mungkinkan terjadi. Jadi jangan kaget kalau nanti, ada video deepfake, Fahri Hamzah, Fadli Zon, Rocky Gerung bahkan sampai Prabowo maupun Jokowi yang sempurna, dan sulit dibedakan keasliannya dalam adegan porno, atau bicara ngawur. Karena pasti bukan kerjaan orang awam, pasti kerjaan orang yang memiliki sumber daya yang tinggi.
Dan kalau ini terjadi kimatlah Indonesiaku tercinta….
Penulis adalah Direktur Syafaat Indonesia.