By Helmi Adam
Pendapatan negara yang mayoritasnya berasal dari pajak anjlok signifikan
akibat Pandemi. Sedangkan beban APBN menjadi membengkak lantaran kondisi wabah
yang belum pernah terjadi atau unprecedented.
Akhirnya defisit APBN membengkak tak
terhindarkan.
Pemerintah pusat menggelontorkan
paket stimulus ekonomi yang nilainya mencapai Rp 690 triliun lebih (>4% PDB)
untuk dialokasikan ke sektor kesehatan, menjaga daya beli masyarakat
melalui social safety net program, relaksasi pajak untuk
pelaku usaha hingga kredit untuk UMKM. Tapi kenyataan kebijakan tersebut banyak
salah sasaran adn meguntungkan sekelompok orang saja.
Sementara Bank Indonesia (BI) selaku otoritas moneter Tanah Air sudah
menggunakan berbagai toolbox moneternya melalui pemangkasan
suku bunga acuan, penurunan GWM hingga kesediaan pembiayaan defisit fiskal pemerintah. Namun sayangnya masih belum
cukup mampu untuk merubah keadaan bahkan
makin terpuruk.
Wajar jika Berbagai institusi riset, lembaga keuangan global hingga
institusi pemerintahan memperkirakan ekonomi RI akan terkontraksi hingga lebih
dari 1% di tahun ini.
Sehingga Ancaman perekonomian RI menjadi semakin nyata dengan lonjakan
kasus Covid-19 yang belum turun-turun. Padahal wabah merebak di dalam negeri
sudah tiga bulan lamanya terhitung sejak kasus pertama diumumkan awal Maret
oleh RI-1 Joko Widodo (Jokowi).
Kesalahan pertama adalah menganggap enteng wabah ketika awal awal wabah
belum ditemukan di Indonesia. Dari mulai mentri kesehatan hingga presiden,
seolah olah persoalan ini kecil semata. Untung Anies Baswedan bisa menyadarkan kita semua, diawal awal terjadinya wabah,
beliaulah yang berani bicara, walaupun dibully habis.
Saat ini total penderita Covid-19 di Indonesia telah menyalip cina dianggka 85.880 lebih. Hal ini
menunjukkan kegagalan Negara melindungi segenap rakyat Indonesia. Ditambah lagi
dengan kebijakan Ekonomi yang hanya melindungi seganjil rakyat Indonesia. mengapa saya katakan seganjil, Artinya sebagai kecil saja, atau
kelompoknya, sehingga tidak genap, seluruh rakyat Indonesia .
Sebagai contoh, kebijakan bansos yang
memberikan sembako langsung kepada rakyat, hanya menguntungkan pengusaha besar
sembako saja. Rakyat kecil tidak bisa menikmati manfaat ekonominya.
Karena yang diberikan bukan uangnya. Padahal jika kiata meniru kebijakan Trump
yang memberikan uang 1000 US dolar langsung
kepada warga terdampak, menyebabkan Amerika
selamat dari krisis.
Karena uang yang diberikan dibelanjakan ke toko toko dan warung warung yang
menyebabkan, ekonomi rakyat bergerak, adan menciptakan multiflayer effect
yang besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Maka dari itu
saya tidak habis berfikir, cara kerja ekonom pemerintah saat ini.
Belum lagi multiflayer dari kasus kartu pra kerja yang menguntungkan segelintir
orang saja. Sehingga tidak mendorong pertumbuhan ekonomi.
Ekonomi sekarang tumbuh dari sedekah, zakat, dan infaq yang menyebabkan masih
bisa bergerak nya ekonomi rakyat. Kalau saja semua berhenti mungkin sudah
terjadi revolusi...
Jika resesi apa yang akan terjadi?
Akibat dari resesi yang adalah peningkatan pengangguran dan
kemiskinan. Saat wabah Covid-19 belum ganas, angka kemiskinan sudah naik.
Menurut data BPS jumlah penduduk
miskin di RI pada Maret lalu mencapai 26,42 juta orang. Jumlahnya terus
meningkat 1,63 juta orang dari periode September tahun lalu dan naik 1,28 juta
orang dari Maret tahun lalu. Tingkat kemiskinan di dalam negeri naik menjadi
9,78%. Bertambah 0,56 poin persentase dari September 2019 dan meningkat 0,37
poin persentase dari periode Maret tahun lalu.
Naiknya harga bahan pokok terutama untuk komoditas pangan menjadi faktor
penyebab utama selain pandemi. Peranan komoditas makanan terhadap garis
kemiskinan, dengan sumbangsih sebesar 73,86%.
Kalau wabah terus menyebar luas makin tak terkendali, kemudian pembatasan
kembali diterapkan dan terganggunya rantai pasokan yang berakibat pada naiknya
harga pangan, maka rakyat akan semakin tercekik dan jumlah penduduk miskin akan
meledak.
Ledakan penduduk miskin akan
membahayakan. Hal ini dikarena ketidakmampuan
pejabat pemerintah dalam mengendalikan situasi krisis seperti sekarang bisa
menimbulkan krisis kepercayaan dari masyarakat. Apalagi situasi politik semakin panas ayng menimbulkan
Social
Untrust yang memicu social
unrest.
Social unrest dapat menyebabkan akan stabilitas politik menjadi terganggu. Kerusuhan
akan menimbulkan kerugian besar baik
psikologis dan material secara kolektif untuk bangsa Indonesia.
Untuk itulah saatnya pemerintah Focus pada kebijakan antisipasi dampak ekonomi
dari pandemi, bukan mengurusi UU BPIP Ataupun UU Omnibus Law yang membuat rakyat
marah. Inagat psean UUD 45 negara melindungi segenap rakyat Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia BUKAN Seganjil
Rakyat Indonesia yang berakibat menumpahkan darah anak bangsa.
Penulis Direktur Eksekutif Syafaat Foundation Indonesia